Psssttt...ini bocoran Bab 9 The Legend of Arkant Human Seri 1 ; Ophelia Queen yaa...mari disimak...
BAB
9 : Palace of Arkant Human
Hutan Larangan-Jawa tengah, Medio Desember
2006
Udara
di Istana Manusia Arkant yang berkabut terasa amat dingin. Melalui cermin enam
arah, yang berfungsi sebagai teropong jarak jauh Kerajaan yang unik. Dari balik
sebuah guci raksasa yang mengurungnya. Pangeran Rigel melihat seorang pria muda, tengah mendekati gerbang Istana dengan langkah
hati-hati. Bersama seorang pria muda lainnya, yang berkulit kemerahan dan berwajah
Indian. [P1]
Pangeran Rigel terpukau, saat pria
muda nan tampan tadi menggandeng tangan seorang gadis. Pangeran Rigel terkesiap
melihatnya. Itu bukannya pacar saudara kembar pria ini? Dia yakin, ini pria
berbeda, meski wajahnya amat mirip. Karena saudara kembarnya telah tewas tiga
tahun lalu. Dada sang Pangeran mendadak berdesir, menatap gadis cantik yang tengah
berjalan menuju Istana.
Pangeran
Rigel menajamkan telinganya. Dia mendengar gadis itu memanggilnya Mathew. Darah
Pangeran Rigel jadi menggelegak. Matanya membesar, detak jantungnya tiba-tiba
berdetak hebat. Itu nama pemuda yang pernah di sebut dalam sejarah manusia arkant. Pemuda yang kelak akan membantu
mengeluarkannya dari dalam gentong ini. Hanya dia yang bisa. Dia juga yang akan
merubah struktural kerajaan manusia arkant
nantinya.
Kembali Pangeran Rigel
memperhatikannya. Tubuh Mathew amat kokoh bagai seorang petarung. Dia juga terlihat
amat hebat dan cerdas, meski masih begitu muda.
Pangeran Rigel segera mempersiapkan
dirinya.
Sementara itu. Mathew, Klara dan Samuel mulai menapaki jalan menuju pintu gerbang
Istana. Mereka melangkah di jalan dengan lebar 3 meter, yang terdiri dari
bebatuan berwarna warni. Pohon jati tumbuh tinggi dan besar bak pagar merapat,
mengelilingi keseluruhan luar Istana. Hanya tepi jalan utama yang tak dipenuhi
pohon jati, namun dipenuhi pohon kedawung. Yang tumbuh rimbun saling merapat
dan menyejukkan. Pohon-pohon kayu yang teduh menanungi jalan sepanjang 500
meter, menuju ke pintu gerbang Istana yang terbuat dari besi baja berwarna
lumpur setinggi 3 meter. Mereka berjalan ke pintu Gerbang dengan hati-hati.
Mathew berada di depan sembari bersiaga, dengan Klara yang mengikuti di belakangnya.
Ada
tulisan ‘The Kingdom of Arkant Human’,
yang tulisannya terukir indah pada pintu gerbang besi berukuran besar. Mathew
dan Samuel berdiri sesaat di sana. Samuel menatap Mathew seolah meminta ijin. Setelah
Mathew memberikan anggukan, Samuel menggeser sebelah pintu perlahan. Tak
terkunci. Di dorongnya lebih dalam. Celingak celinguk tak ada satu orangpun di dalamnya.
Terasa sangat sepi. Bagai tak ada denyut nadi kehidupan di sana. Kelam dan
begitu sunyi.
Mereka
terus berjalan melewati alun-alun yang di tanami semak belukar setinggi
pinggang manusia dewasa, hingga sampai ke depan pintu Istana. Bangunannya
menjulang tinggi, jauh melewati
atas bukit. Mathew takjub melihatnya.
Saat hanya mendapati kesunyian, di dorongnya pintu perlahan yang terbuat dari
batu pualam berlapiskan emas. Pintu yang rusak bahagian bawahnya hanya bisa
bergeser sedikit. Cukup untuk masuknya orang satu persatu ke dalamnya.
Mereka
berdua memanggil-manggil ‘halo’, namun tak ada suara sedikitpun. Mathew memasang
kuda-kuda, berjaga bila ada sesuatu yang akan mengganggu mereka. Matanya awas
dengan kemungkinan bahaya yang mengintai. Samuel berniat mencari tahu sendiri keadaan
di dalam Istana sebelah kiri. Sementara Mathew berdua dengan Klara menuju arah depan
mereka. Mathew membawa Klara masuk Istana lebih ke dalam. Terlihat bangunan
Istana yang porak poranda, rusak bagai di terjang granat. Mathew membayangkan,
bila Istana ini dulunya begitu indah dan megah.
Namun
anehnya, biarpun dalam keadaan rusak, dinding dan lantainya masih terlihat amat
bersih dan berkilau, bagai selalu dibersihkan sepanjang waktu. Tak ada jamur
atau kotoran sedikitpun. Aneh. Tak ada orang, tapi ruangan bersih. Tak ada debu
yang menempel sedikitpun. Bahkan ruangan berbau harum cendana. Keanehan pertama
yang ditemukan Mathew.
Setelah berjalan sekitar 100 meter,
mereka melihat sebuah tangga kokoh dari kayu berulir selebar tiga meter. Dengan
tepian tangga berukiran ular bertiara kecil-kecil, yang jumlahnya amat banyak.
Berbaris dengan cantiknya pada tiap anakan tangga. Mathew menggandeng tangan Klara
menaiki anak tangga menuju lantai bagian atas. Suasana amat senyap terasa.
Pada sebelah kiri, berupa ruangan
luas yang teramat besar. Ada singgasana mewah berwarna orange. Sebelah kanan,
sebuah ruangan luas juga namun kosong. Mathew segera mengarah ke kanan. Saat memperhatikan
tiap sudut ruangan, Klara amat tertarik,
saat melihat sebuah gentong raksasa dari tanah liat, berwarna coklat tua.
Ukuran tingginya tiga meter, dengan diameter cekungan sekitar dua meter,“Mathew.”
Panggil Klara, “Lihat itu?”
Mathew
mendekat ke arah gentong. Dahinya berkerut. Apa gentong ini yang dimaksud oleh
eyang AhSani? Mathew segera mengetok gentong itu. Tok Tok Tok,“Pangeran!
Pangeran Rigel?! Apa anda masih di dalam?” Panggil Mathew.
Tak
terdengar suara apapun. Klara membelalakkan matanya. Pangeran Rigel? Apa
Pangeran yang pernah dikisahkan oleh mami padanya dan Nathan tiga tahun lalu?
“Pangeran!”
Panggil Mathew kembali.
“Mathew!
Kamukah itu?”tanya suara berat dan dalam seorang pria, berasal dari dalam
gentong.
“Benar,
pangeran. Aku Mathew. Anda baik-baik saja?”
“Aku
baik-baik saja, Mathew. Aku telah menunggumu sekian lama.”jelas pangeran Rigel.
Mathew
segera berdiri, “Klara! Kamu bisa berdirinya di sebelah sana? Aku mau melakukan
sesuatu.” Pinta Mathew. Klara segera mundur menjauh.
Mathew
segera menaiki sebuah tangga besi yang ada di sana. Ke arah penutup gentong
bagian atas. Dia mencoba mengangkat penutup gentong berdimeter 80 centimeter.
“Hufffhh,”
Aneh. Tak bergerak sama sekali.
Mathew
mengangkat penutupnya kembali dengan tenaga penuh. Tetap tak bisa.
Mathew
berhenti sejenak. Diupayakannya sekali lagi mengangkat penutup gentong. Tetap
tak membuahkan hasil. Berkali-kali hal itu dilakukannya. Akhirnya Mathew
berhenti, dengan nafas yang tersengal.
Namun
dia tak hilang akal. Segera di ambilnya samurainya yang tergantung di pundaknya.
Diangkatnya gagang beserta sarung
samurai mengarah terbalik ke arah atas.
PRANGG!!
Belum pecah. Masih amat alot, hingga Mathew mencobanya kembali.
PRANGGG!!...
PRANGGG!!... PRANGGG!!...tetap belum pecah juga.
Mathew
segera mengumpulkan seluruh tenaganya…mengerahkannya pada kedua tangannya.
Menjalar hingga ke gagang samurai. Lalu…PRANGGGGGGGG????!!!!!
Gentong
itu pecah berantakan kena getok gagang samurai Mathew, dengan tenaga dalamnya
yang amat kuat. Pecah hingga setengahnya. Klara membelalakkan matanya. Tiba-tiba
Istana bergoncang, bagai tengah dilanda gempa karenanya. Klara segera menuju
tangga yang dinaiki Mathew, hendak membantunya turun. Namun Mathew telah
melompat kebawah. Reflek, Mathew segera menarik tangan Klara, dan membawanya merunduk
ke sudut ruangan. Ruangan masih berguncang hebat. Gentong tersebut ikutan berputar.
Makin lama putarannya makin kencang, hingga terlihat bagaikan sebuah putaran
angin puting beliung. Lalu asap putih menebar dari dalamnya. Sesosok tubuh
berbaju putih gading melompat dari dalam gentong yang pecah. Berputar mengikuti
arah putaran gentong. Lalu jatuh tersungkur tepat di sebelah gentong. Putaran
gentong tadi berhenti mendadak. Begitupun goncangan gempa ikut terhenti.
Tiba-tiba gentong itu retak, lalu hancur
berantakan menjadi serpihan kecil. Suasana
tenang kembali setelahnya.
Mathew
amat terpukau, hingga tetap tegak di tempatnya berada. Sedangkan Klara masih
dengan mulut menganga, menyaksikan sesosok tubuh pemuda dengan pakaian kerajaan
zaman kuno berwarna putih gading, telah berdiri tepat di sebelah gentong.
Penampilannya amatlah muda dan tampan, dengan wajah kokohnya nan berwibawa dan
berkharisma. Tubuhnya tinggi tegap, cukup besar dan amat proporsional. Sedikit
lebih tinggi dari Mathew. Kulitnya juga begitu cerah-bisa dibilang-kuning
langsat. Rambutnya panjang, tidak demikian dengan cambang dan kumisnya, yang
masih membayang berwarna biru. Wajahnya amat bersih dan putih-sedikit
pucat-akibat sekian lama terkurung dalam gentong. Sorot matanya yang berwarna
coklat muda, amat tajam dan berkharisma. Penampilannya bagai seorang pria muda
berusia 28 tahun-an.
“Terimakasih,
Mathew.” Ucap pangeran Rigel.
“Pangeran
Rigel?!” Sapa Mathew takjub. Pangeran Rigel tersenyum. Belahan pada dagunya
tampak begitu nyata. Klara amat takjub melihatnya. Apa pangeran manusia arkant ini manusia asli? Apa dia bukan monster? Kenapa bisa begini tampan? Klara
bertanya-tanya dalam hatinya. Dalam sebuah hutan. Dalam sebuah gentong ukuran
raksasa. Ada Pangeran tampan berusia ratusan tahun. Benar-benar sebuah
keajaiban yang amat aneh.
Perlahan
Mathew dan Klara mendekatinya. Mata sang pangeran menatap takjub gadis di hadapannya.
Kaget saat akhirnya bertemu pertama kalinya dengan gadis yang telah tiga tahun
ini selalu menghiasi mimpinya. Mendadak dada sang pangeran berdesir aneh.
“Ini
Klara, Pangeran. Kenalkan.” Ucap Mathew. Klara mengulurkan tangannya, begitupun
sang Pangeran. Mereka berdua saling bertatapan sejenak. Klara melihat sebaris
sisik berwarna ke-emas-an pada kedua pipi sebelah telinga, kanan dan kiri sang
pangeran, saat rambutnya tersibak.
“Anda sekian lama terkurung dalam gentong ini,
dan kembali dengan penampilan yang sama dengan saat masuknya?” Tanya Mathew. Pangeran
Rigel mengangguk.
“Berapa
tahun anda berada di dalam sana?” Tanya Mathew lagi.
“Aku…tak
tahu. Cukup lama sepertinya.” Jawab Pangeran Rigel.
“Anda tak makan? Atau buang air selama itu?”
Tanya Mathew ingin tahu.
“Mathew.
Jangan nanya gitu napa sih? Nanti pangeran tengsin.” Bisik Klara.
“Tak
apa, Klara. Aku hanya di beri makanan cair melalui lubang di gentong. Bila ingin
buang air, aku tinggal membayangkan sebuah jamban…ya...langsung jadi.” Ucap
pangeran Rigel lucu, hingga Klara tak kuat menahan tawanya. Pangeran Rigel bisa aja.
“Jadi
bila ingin mandi, anda tinggal membayangkan saat mandi juga ya? Hebat banget.”
Ucap Mathew. Klara tertawa kembali.
“Boleh tahu…bagaimana anda bisa berada sekian
lama di sana?”
“Ceritanya
amat panjang, Mathew,”ucap Pangeran,”Namun intinya,
ayahku-Brightgalle-moyangmu-mengurungku dengan suatu alasan-agar aku selamat
dari dirinya yang-bagaikan orang kesurupan kala itu. Meski tengah tak mampu
mengendalikan dirinya, dia tetap mengingatku sebagai putranya, hingga berupaya
menyelamatkanku. Beliau tak menyadari, bila tempat pengurungku adalah sebuah
gentong yang bisa dimasuki, namun tak bisa keluar kembali. [P2] “jelas
Pangeran Rigel.
“Saat eyang Hazel berusaha mencari tahu
jalan pemecahan masalah ini, eyang mendapat petunjuk. Bahwa yang bisa
mengeluarkanku dari gentong ini, hanya turunan terpilih ayahku yang ketujuh.
Yang ada tattoo di bahu kirinya…”[P3] [P4]
Mendengar
itu, Mathew merasakan gatal teramat sangat kembali pada tattoonya. Namun dia berusaha menahan nafasnya.
“Kamu
amat tersiksa akan tattoo itu ya?”tanya Pangeran.
Mathew
tak menjawab pertanyaan Pangeran. Juga tak mempedulikan tatapan kasihan Klara
yang tertuju padanya. Dia berusaha focus pada sang Pangeran di hadapannya.
“Bagaimana
dengan…ibu anda?”
“Beliau
terbunuh oleh tangan ayahku sendiri…saat itu.”
“Ohh…aku
turut berduka-pangeran.”
“Trimakasih,
Mathew. Yang jelas, ayah dan ibuku telah bersatu di alam sana. Aku tak perlu
mengkhawatirkan mereka lagi.”Pangeran Rigel tersenyum kecil.
“Mari
lihat keadaan Istana ini. Saat ayahku menghancurkannya, aku telah berada dalam
gentong itu.” Ajak pangeran, “Mari ikut. Kalian berdua tamu kehormatanku di
sini.”
Mathew
dan Klara mengikuti langkah pangeran Rigel dibelakangnya. Pangeran Rigel hendak membawa mereka mengelilingi ruangan
Istana.
Dua
orang pria manusia arkant bertubuh tinggi
kekar tiba-tiba datang menghampiri sang pangeran, dan amat takjub saat
junjungan mereka telah berdiri dihadapannya dalam keadaaan tak kurang suatu
apapun. Kaget juga saat melihat gentong tempat pangeran terkurung telah hancur
berantakan. Pasti bukan orang sembarangan yang melakukannya. Mereka berdua
segera menunduk dan mengangguk hormat pada pangeran Rigel. Bahagia saat
akhirnya sang Pangeran terlepas dari kurungan gentong tersebut. Pria yang lebih
tua mendekati pangeran Rigel, “Maaf, Yang Mulia. Barusan di luar terjadi
kehebohan, saat ada gempa yang berasal dari arah Istana ini.” Bisik pria berusia
40-an pada pangeran Rigel.
“Tak
apa, Orion. Itu terjadi saat pria bernama Mathew ini memecahkan gentongku.
Tenaganya memang amat luar biasa.”
Orion
amat kaget mendengar penjelasan itu. Tak sadar matanya menatap ke arah Mathew
dengan intens. Apakah mungkin pria muda ini calon Raja manusia arkant baru yang
ada dalam sejarah yang pernah dituturkan oleh sang pangeran? Bisa saja hal itu
terjadi, karena pria tampan ini bagai punya charisma sendiri. Kekuatannya
jangan ditanya. Hanya para petinggi saja yang mengetahui tentang seorang
Mathew.
“Mana
kunci yang telah ku pesan padamu?” Tanya pangeran berbisik.
Orion
memberikan sebuah kunci besar berukuran 30cmx15cmx15cm yang amat unik. Pangeran
Rigel menerimanya dan menyembunyikannya dalam bajunya. Lalu pangeran menghadap
Mathew dan Klara kembali,
“Oh,
ya, Mathew, Klara! Kenalkan ini Orion, yang selalu menjaga kawasan dalam Istana
ini.” Ucap pangeran Rigel. Mathew mengulurkan tangannya. Juga Klara. Orion agak
kikuk membalas uluran tangan mereka berdua, dan selalu menundukkan wajahnya.
Lalu
Orion menanyakan keperluan sang pangeran dan para tamunya. Pangeran Rigel
memberikan penjelasan. Lalu Orion dan prajuritnya hendak berlalu. Mereka berdua
undur kembali, setelah menunduk hormat pada sang pangeran. Tak lupa mereka
mengangguk hormat pada Mathew dan Klara. Bahkan Orion membungkuk hormat kembali
pada Mathew, bagai dengan pangeran Rigel sebelumnya. Keanehan kedua yang di
temukan oleh Mathew.
”Mari
jalan kembali.” Ajak pangeran Rigel, lantas menuruni anak tangga menuju lantai
satu. Sang pangeran hendak membawa mereka ke arah pintu belakang Istana.
Tiba-tiba
sesosok wanita muncul dihadapan mereka. Berjalan dengan anggunnya. [P5] Tampak
hadir seorang wanita cantik berpakaian kemben, kain songket dan selendang berwarna
orange di pinggulnya. Mengenakan mahkota berbentuk kumpulan bunga aster, yang
dibingkai dengan emas bertatahkan berlian yang begitu mewah. Kesan jumawa dan
misterius menghiasi wajahnya. Dagunya meninggi, menatap ketiga manusia
dihadapannya. Jarak mereka dengan sang Ratu sekitar sepuluh meter.
Dada
Mathew tiba-tiba berdesir. Dia amat ingat akan wajah ini, karena selalu
melihatnya saat bercermin dari arah belakang. Wajah ini yang ada dalam tattoonya. Mathew menyadari akan hal
ini.
Pangeran Rigel membungkuk hormat
untuknya,” Selamat dating, nenenda Ratu.” Ucapnya santun. Ratu Ophelia
tersenyum pada cucunya. Kemudian matanya beralih pada pria muda di hadapannya.
“Kamu yang bernama Mathew, bukan?”
Tanya sang Ratu memastikan.
Mathew
mengangguk hormat pada Ratu Ophelia. “Benar. Namaku Mathew.”
Selanjutnya Ratu Ophelia menatap gadis
yang berdiri tepat di sebelah Mathew. Senyumnya mengembang dengan amat lebar,“Selamat
datang di Istanaku, gadis cantik!” Sapanya ramah. Matanya menyapu keseluruhan
Klara secara detail, hingga Klara merasa takut. Di dekapnya pundak Mathew
dengan erat. Tubuhnya yang bergetar terasa hingga ke punggung Mathew.
“Mathew!
Kamu harus hati-hati terhadap Ratu ini. Dia amat berbahaya.” Bisik Klara.
“Aku tahu. Kamu selalu berada dibalik
punggungku saja, oke? Semua akan baik-baik saja.” Bisik Mathew menenangkannya.
Klara
mengangguk,” Oke Mathew.”
“Hmm…kalian berdua masih terlalu
muda.” Ungkap Ratu Ophelia kemudian. Matanya menatap Mathew setajam mata pisau.
Mathew membalas tatapannya dengan tak kalah tajamnya. Ratu Ophelia berusaha
mengukur kehebatan dan kekuatan pria muda di hadapannya lewat tatapan itu.
Matanya juga meneliti Mathew dari ujung rambut hingga ujung kaki, dengan bibir
tersenyum samar.
“Ternyata turunan si keparat yang
satu ini boleh juga kekuatannya. Hmm…” Ungkapnya lagi. Sudut alis kanannya terangkat
naik.
Mata Ratu Ophelia lalu menatap ke arah
Klara. Tanpa terduga diayunkannya selendangnya, hendak menangkap Klara. Mathew
bertindak cepat dengan melindunginya, dan menjadikan tubuhnya sebagai tameng tubuh
Klara yang berada di balik punggungnya. Pangeran Rigel langsung berdiri tepat
di depan Mathew, untuk melindungi Mathew dan Klara,
“Ada
apa ini, nenenda?!” Protes Pangeran Rigel pada Ratu Ophelia, yang tersenyum
sinis di hadapannya.
“Aku memerlukannya, Rigel.” Ungkap
Ratu. Semua amat kaget mendengar penuturan Ratu.
“Nenenda…kenapa jadi aneh begini?” Tanya
Pangeran Rigel heran,”Apa maksud nenenda sebenarnya?”
Ratu Ophelia tersenyum lebar,”Klara
amat cantic. Dia bisa membantuku memperluas Kerajaan ini. Dia akan jadi pelayan
pribadiku yang istimewa.”jelas Ratu Ophelia sembari menegakkan dagunya. Matanya
menatap Pangeran Rigel dengan amat sinis.
Pangeran Rigel amat tersentak
mendengarnya. Matanya menatap neneknya, dengan tatapan tajam menusuk. Kedua
buku tangannya telah mengepal.
Sementara Klara makin takut di
belakang punggung Mathew. Tubuhnya amat bergetar. Pegangannya ke bahu Mathew
makin erat. Mathew menyadari ketakutan Klara.
“Nenenda tak boleh melakukan hal ini
padanya. Tak akan kubiarkan. [P6] ”
Ucap pangeran Rigel dengan suara pelan, namun penuh penekanan. Klara terpaku
mendengar ucapan sang pangeran. Tubuh Mathew menegang menyadarinya.
“Cucuku Rigel?! Baiknya kau tak
perlu ikutan hal ini. Selagi kau masih muda dan telah terbebas dari kurungan di
gentong itu, kau boleh pergi ke manapun kau suka. Aku juga bisa membantumu
menjadi manusia biasa. Bukankah itu keinginanmu?” Bujuk Ratu Ophelia,”Kau juga
amat tampan. Pasti banyak gadis cantik yang berdatangan padamu.”
Pangeran Rigel terdiam sesaat.
Matanya masih menatap Ratu Ophelia. Sebaris senyum tipis tergurat dibibirnya.
“Trimakasih atas tawaranmu, nenenda.
Amat menakjubkan.”jawab Pangeran Rigel,”Tapi tetap tak akan kubiarkan nenenda melakukan
hal ini pada Klara.” Ucap pangeran Rigel dengan rahang mulai mengeras. Ratu
Ophelia menatap cucunya dengan kesal, karena tak bisa mempengaruhinya.
“Jangan-menentangku-Rigel. Aku bisa
mengembalikanmu dan mengurungmu ke dalam gentong yang baru, bila kau berani
melakukannya.” Mata Ratu Ophelia menatap geram cucunya. Sisik keemasan di pipinya
makin jelas menampakkan diri. Namun Pangeran Rigel tak bergeming akan
ancamannya,” Aku ingin kau mendukungku. [P7] Mereka
telah menebarkan segala kekacauan di sini. Mereka telah menghancurkan seluruh
warga kita. Bahkan memporak porandakan Istana ini.”
“Apapun alasan nenenda. Aku tetap
tak akan bisa terima…bila nenenda memaksa Klara…”ucap Pangeran Rigel, sembari
saling beradu tatap kembali, dengan Ratu Ophelia.
“Tolong
jangan libatkan Klara dalam hal ini, Ratu. Dia hanya menemaniku. Lain tidak.”
Ungkap Mathew menimpali.
“Mathew! Aku tahu kalau kamulah yang
paling tepat untuk mengakhiri semua permusuhan ini. Kau akan memperoleh semua
perdamaian dariku dengan satu syarat…?” Ucapnya menyeringai. Mencoba
mempengaruhi Mathew.
“Kau bisa serahkan gadis itu[P8] .
Aku akan mencarikan penggantinya seorang gadis muda yang amat cantik untukmu. Setuju?”
“Tak perlu repot mencarikan seorang
gadis untukku. Kau boleh mengambil Klara setelah melangkahi mayatku terlebih
dahulu.” Tegas Mathew mulai geram.
“Baiknya nenenda tak usah mengganggu
Klara.” Kembali Pangeran Rigel mencoba mengingatkan neneknya.
“Minggir kau, Rigel??!!.” Bentak Ratu
Ophelia. Tiba-tiba Pangeran Rigel yang tadi tengah berdiri tegak, diterjang
dengan sabetan selendang Ratu dengan amat kuat, [P9] hingga
tubuhnya bergeser ke arah samping. Ratu Ophelia
dengan leluasa berjalan ke arah Mathew,
dengan Klara yang masih berdiri dibelakangnya. Dengan tubuhnya yang
bergetar takut.
Wanita itu tepat berada di hadapan
Mathew kini.
Pangeran Rigel berdiri tegak kembali.
Dia segera bersiaga dan berjalan mundur ke arah Mathew. Ratu Ophelia amat marah
melihatnya,
“Jangan menggangguku, Rigel! Sebelum
kesabaranku habis.” Sembur Ratu Ophelia kembali. Wajahnya menatap bengis ke arah
cucunya, “Kenapa kau menghalangiku? Ternyata benar bahwa kau dan ibumu
bersekongkol ingin menentangku?” Desis sang Ratu tepat di depan wajah cucunya.
Pangeran Rigel menatap mata neneknya.
“Aku dan ibuku bukan ingin
menentangmu, nenenda. Tapi kami menentang ketidak adilan yang nenenda lakukan
pada siapapun.”
Mata Ratu Ophelia mulai menyipit
menatap cucunya. Kembali seringai sinis tergambar di bibirnya.
“Mathew? Baiknya kamu bawa Klara
pergi sejauhnya dari sini. Cepat??!” Bisik Pangeran Rigel pada Mathew.
“Aku akan menahan serangannya. Dia
amat berbahaya, Mathew. Sementara kamu pergi dulu dengan Klara. Aku khawatir
akan keselamatan Klara. Pikirkan keselamatan dia dahulu.”
Tanpa
bicara lagi, Mathew segera menarik tangan Klara untuk segera pergi dari sana
dengan tubuh menegang. Dia amat kaget akan hal ini. Ternyata inilah Ratu Ophelia
yang tergambar dalam tattoonya. Amat
ganas dan mengerikan. Sebenarnya dia bisa saja langsung menyerang sang Ratu.
Namun seperti permintaan pangeran Rigel, hal ini akan membahayakan Klara.
Mathew akan mendahulukan keselamatan Klara. Dia akan mencari tempat
persembunyian yang aman terlebih dahulu.
@ @
@ @ @
Ratu Ophelia benar-benar marah dan menyerang
Pangeran Rigel dengan mendorong dada sang pangeran. [P11] Pangeran Rigel terdorong jauh ke belakang.
Ratu kembali mendorong dada sang pangeran[P12] . Kali ini pangeran Rigel berhasil menahan daya
dorongannya. Berkali hal itu terjadi, berkali pula pangeran Rigel mampu menahannya,
hingga Ratu Ophelia amat murka dibuatnya.
Karena
tak berhasil dengan serangan pendahuluannya, Ratu Ophelia menyerang pangeran
Rigel dengan selendang orangenya. Pangeran Rigel berhasil mengelakkan serangan
itu dengan siku tangannya. Serangan berikutnya masih dari selendang, menyerang
sang pangeran bertubi-tubi. Pangeran Rigel masih menangkis serangannya. Kini ini
dia mulai agak tenang. Namun tetap tak membalas serangan Ratu Ophelia, hingga sejenak
Ratu Ophelia menghentikan serangannya.
“Aku heran denganmu, nenenda. Kenapa
ingin mengorbankan seorang gadis baik-baik seperti Klara?”
“Dasar anak sialan. Kenapa dulu ayahmu yang
bejad itu tak langsung membunuhmu saja, heh? Kenapa mesti mengurungmu di sana?
Aku tak suka kau malah menentangku. Keluarkan seluruh tenagamu. Aku tau kau
banyak belajar bertarung, saat berada dalam kurunganmu.”
Ratu
Ophelia melancarkan serangannya kembali, mengincar uluhati pangeran Rigel
dengan selendangnya. Pangeran Rigel segera menangkap selendang Ratu Ophelia dan
menahannya. Ratu menarik selendangnya namun tak mampu.
“Hentikan…keinginan
gilamu…nenenda!” Desis pangeran Rigel, lantas melepaskan selendang orange itu, “Dan jangan menjelekkan ayahku. Ayahku adalah
orang yang paling baik. Beliau jadi monster, karena meminum ramuan berlebihan
sekian lama dari ibuku. Ibu juga terlalu mencintai ayahku, hingga tak ingin
menyingkirkan ayahku. Sebagaimana yang nenenda lakukan selama ini pada pria
tampan yang nenenda beri ramuan terlarang itu. Telah berapa banyak pria tampan berusia
muda menghilang karena ulah nenenda? Coba nenenda pikir, kejam ibuku, ayahku, atau
nenekku?”
Ratu
Ophelia marah kembali mendengar ungkapan cucunya, “Jangan bicara lagi, bocah.
Layani saja aku sekuat tenagamu. Aku ingin lihat sampai di mana kehebatanmu.”
Perlahan
cakar panjang ratu Ophelia keluar dari jari tangannya. Dia melompat ke udara,
lantas meluncur deras ke arah pangeran Rigel. Pangeran mendorong telapak tangan
kanannya, hingga cakar Ratu Ophelia yang hendak menerjangnya bagai menerjang
sebuah tembok. Cakar Ratu Ophelia patah karenanya. Wanita itu menggeram hebat.
Kembali selendangnya di kibaskan dengan kecepatan tinggi. Berkelebat mencari
titik mematikan di tubuh Pangeran Rigel, yang selalu mengelakkan sabetan
selendang yang tajamnya bak samurai.
@ @
@ @ @
Samuel
pernah bertemu dengan Ratu Ophelia sebelumnya, tepat di sebuah lorong. Dia tahu
itu Ratu Ophelia, karena wajahnya mirip dengan wajah wanita di tattoo Mathew. Dia amat takut melihat
sang Ratu yang terlihat bengis, hingga lari ketakutan. Dia bersembunyi pada
suatu tempat. Saat keadaan dia rasa aman, Samuel berjalan kembali sembari
waspada. Seorang pria bertubuh kekar terlihat dibelakangnya, hingga Samuel
takut kembali. Meski pria tersebut tak menyerangnya, namun Samuel belum
mengenal manusia arkant. Dia anggap
mereka monster, hingga lari terbirit-birit. Langkahnya menuju sebuah pintu.
Dibukanya pintu tersebut. Bunyinya berderit amat nyaring. Samuel segera
menuruni anak tangga di pintu tersebut. Kembali dia bertemu dengan pria manusia
arkant lain yang bertubuh kekar juga. Orion yang belum mengenalnya menatap
Samuel dengan wajah tanpa ekspressi, hingga Samuel jadi takut. Apalagi saat
melihat sisik ke-emasan pada pipi Orion. Samuel lari ketakutan kembali.
Menyeberangi padang rumput yang amat luas. Kali ini dia sampai pada suatu
tempat dengan pepohonan rimbun yang mulai banyak berada di sekitarnya. Saat
kakinya ingin melangkah lagi, seekor ular sebesar pangkal lengan berwarna
kuning menuju ke arahnya. Samuel ingin menyerangnya. Namun melihat dua bintang
berwarna perak di kepalanya membuat Samuel tak berani ambil resiko. Dia berlari
ketakutan kembali. Menuju arah belakang Istana. Dia mendengar suara ombak dari
sana.
Saat
baru keluar dari pepohonan rimbun tadi, dia tak melihat jalan didepannya karena
ketakutan, hingga tiba-tiba kakinya tak menjejak tanah. Dia terjatuh ke dalam
sumur tua yang kering setinggi lima meter. Samuel berteriak-teriak,
”Help me??!!” Tak seorangpun ada di sana,
”Tolooongg…??!!”
Samuel
berteriak-teriak kembali. Lalu dia mulai diam dan mendengarkan sebuah suara
dengan telinganya yang terlatih. Dia mendengar sebuah langkah. Mendadak sebuah
tali tambang turun ke bawah menujunya. Saat melihat ke bibir sumur, pria yang
ditemuinya dalam Istana tadi yang mengulurkannya.
Samuel
mulanya diam tak bergeming. Masih tak mempercayai pria itu. Namun saat pria
tersebut mengangguk padanya, Samuel akhirnya menggapai tambang tersebut. Pria
di atas menarik tubuhnya, dibantu Orion. Saat hampir tiba di bibir sumur, pria
tersebut mengulurkan tangannya. Samuel menyambutnya. Lalu tubuhnya terangkat ke
atas sumur dan tiba pada sebuah dataran. Samuel mengatur nafasnya yang
tersengal sembari duduk. Dua pria tadi masih berdiri mengawasinya. Orion
menyerahkan sebotol air mineral padanya. Samuel menerimanya dengan heran. Di
tengah hutan begini ada Istana megah, ada juga penduduknya yang memiliki air
mineral. Samuel yang kehausan segera meneguknya.
“Siapa
nama anda?” Tanya Orion.
“Samuel,
sir.” Jawab Samuel,”And you?”
“Saya
Orion. Dan ini Cetus.” Merekapun bersalaman.
“Anda
dari mana Sam?” Tanya Orion menyelidik.
“Saya
dari Los Angeles-Amerika. Saya ke mari menemani teman baik saya, Mathew.”
“Oh?!
Anda teman baiknya Mathew?” Tanya mereka amat terkejut.
Samuel
mengangguk. Orion tersenyum senang mendengarnya. Begitupun Cetus.
“Mari
ikut kami, Sam. Kami akan membawamu berkeliling seluruh lokasi di sini.”
“Anda
serius, tuan?” Tanya Samuel tak percaya.
“Anda
tamu istimewa kami di sini. Teman Mathew adalah teman kami juga.” Ucap Orion.
Lalu seorang pria manusia arkant tiba
dengan sebuah mobil kuno bak terbuka. Orion dan Cetus mengajak Samuel menaiki
mobil dan mengajaknya berkeliling Istana. Mereka menuju lokasi desa terdekat,
yang berada tepat dibelakang Istana sebelah kanan, yang dibatasi oleh dinding
beton setinggi empat meter. Melalui sebuah pintu yang hanya bisa dilalui sebuah
mobil, tanpa penjagaan. Disana beberapa manusia arkant menjamunya makan pada
sebuah rumah. Orion memperkenalkannya pada semua rakyat manusia arkant yang
ada. Samuel merasa amat senang di sana.
silahkan tinggalkan komen n email anda disini
ReplyDelete